Rabu, 18 April 2012

Manusia dan Keadilan





Teori Dasar


Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawlsfilsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran". Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil". Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.


Sumber : id.wikipedia.com


Artikel Terkait


Koruptor harus dimiskinkan !


JAKARTA - Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebut sanksi hukuman pemiskinan koruptor dapat dijadikan sebagai alternatif sanksi hukuman mati untuk menimbulkan efek jera. Pasalnya, sanksi hukuman mati sulit dilakukan di negara ini karena persoalan hak asasi manusia (HAM).

Hal tersebut disampaikan Koordinator ICW Danang Widoyoko ketika dihubungi di Jakarta, tadi malam. Ia sangat berharap pemerintah dapat segera merealisasikan sanksi pemiskinan bagi para koruptor di negeri ini. "Jelas sanksi pemiskinan koruptor lebih cocok dibandingkan sanksi hukuman mati. Karena sanksi hukuman mati bagi seseorang akan jelas berhadapan dengan permasalahan HAM," ujar Danang.






Namun, ICW tetap menegaskan jika memang akan direalisasikan sanksi pemiskinan koruptor itu tidak bersinggungan dengan keluarga koruptor tersebut. Disebutkan, tidak perlu seluruh harta kekayaan koruptor tersebut disita, melainkan disisakan bagi keluarga yang bersangkutan. "Jadi walaupun dijatuhi sanski pemiskinan, keluarganya jangan sampai tidak bisa makan. Misalnya, uang korupsi Rp100 miliar yang disita negara cukup Rp99 miliar. Sisanya Rp1 miliar diberikan untuk kehidupan keluarganya," sambungnya.

Ia menambahkan, untuk merealisasikan wacana itu, tidak perlu dibuat UU khusus, tetapi cukup diserahkan kepada hakim atau jaksa yang menangani perkara tersebut.

Seperti yang diketahui, hukuman untuk terpidana kasus mafia pajak, Gayus Halomoan Tambunan memunculkan wacana pemiskinan koruptor. Hanya saja, total hukuman dari empat kali vonis dalam kasus-kasus lain menjadi 28 tahun penjara.

Gayus juga dihukum dengan pidana denda senilai Rp1 miliar. Vonis-vonis hukuman dan denda yang ringan terhadap koruptor akhirnya menjadi batu sandungan bagi penegakan keadilan dan pemberantasan korupsi. Koruptor bahkan rela menjalani hukuman yang hanya empat-lima tahun tetapi selepas dari penjara masih bisa menikmati timbunan harta hasil korupsi. Bahkan, dengan timbunan harta hasil korupsi itu mereka masih bisa melakukan apa saja untuk memperbaiki citra diri.

"Ketika pidana penjara sudah dirasakan tidak efektif dan tidak memberikan efek jera bagi pelaku koruptor, diperlukan terobosan baru dan tindakan konkret, sehingga situasi dirasakan tidak adil berganti menjadi rasa keadilan dan perlindungan pada masyarakat luas," kata Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf, di kantor PPATK, Jakarta.

Menurut Yusuf, hal itu dinilai menciderai rasa keadilan. Dengan begitu, perlu terobosan dalam upaya memberantas korupsi yakni pemiskinan koruptor. Pemberantasan korupsi, lanjut dia, tidak dapat dilakukan sebatas hukuman pidana penjara dan hukuman denda yang tidak sebanding dengan jumlah uang yang dikorupsi. Maka, perlu diikuti dengan perampasan atau penyitaan seluruh harta kekayaan yang diperoleh dari korupsi dengan tujuan untuk memiskinkan koruptor.

"Cara ini diyakini akan efektif untuk membasmi korupsi di Indonesia, atau setidaknya membuat orang akan berpikir ulang melakukan korupsi karena bila tertangkap, maka si pelaku akan jatuh miskin dibandingkan saat sebelum melakukan korupsi," katanya.

Dalam implementasinya, Yusuf menilai sudah ada dasar hukum yang cukup yakni, UU No.8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). "UU tersebut dianggap memiliki terobosan hukum, sebab mengakomodasi kewenangan penghentian dan penundaan transaksi dalam rangka menyelamatkan aset hasil kejahatan untuk negara," tandas dia.



Sumber : http://www.waspada.co.id/


Pendapat


Sudah seharusnya hukuman yang berat diberikan pada koruptor koruptor. Sebenarnya, dengan memenjarakan para koruptor itu dihitung kurang efektif. Karena apa? Karena setelah para koruptor itu dipenjara mereka bisa hidup bersenang senang kembali. Dan duit hasil korupsinya masih bisa membersihkan citra mereka.





Jadi menurut saya para koruptor itu harus diberikan hukuman yang jelas, yaitu dengan memiskinkan para koruptor. Agar dia tahu susahnya mencari uang dengan hasil jerih payah yang murni.

Ditulis Oleh : Unknown // 11.23
Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar